Bhirtday, Rains and True Love
By Deny Arfen Byngkara.
"Jddeerrrrr....."
"Jder..."
Suara petir yang bersahut-sahutan di langit
kota ini.
Nampak Aby masih terdiam di dalam mobil, merenungi apa yang barusan terjadi.
Ceweknya, ah lebih tepatnya mantan ceweknya
ia pergoki berdua bersama selingkuhannya, dan yang tak membuatnya habis pikir
dia memutuskannya dan lebih memilih cowok berengsek itu. Dia
berkata, "Kamu gak pernah ada buat
aku, selalu aja ngeband-ngeband terus, and lu lebih seneng jalan ma penggemar
cewekmu!"
Ya, itu semua emang Aby lakukan selama ini,
tapi Aby sayang ma dia, tapi dia bermain api di belakangnya. Mungkin beberapa
hari kedepan aby sudah gak kepikiran lagi cewek itu, toh cowok gak pantes
nangis gara-gara gini doank.
Ia nyalakan mobilnya lalu ia tancap gas
menuju rumah. Seberapa kuatpun ia coba untuk tak
menangis namun tetap saja air matanya
mengalir. Layaknya sinar matahari yang tak mampu menerangi kota karena mendung gelap ini. Ia coba
bertahan. Namun tiba sesosok perempuan menyeberang dengan tiba-tiba di depan
jalur mobilnya. Sontak saja ia langsung mengerem mobil. Ia lihat cewek itu
terjatuh dan merintih. "Mati gue, low dia mati bisa berabe," fikirnya
sambil keluar mobil dan membawa payung, agar tak basah tentunya.
"Lu gak pa-pa kan?" tanyanya.
"Low nyetir mobil pakai mata dunk,
bego!"
"Heh! Harusnya tuh gua yang marah! Lu
nyeberang gak liat-liat!" benta Aby.
"Pokoknya lu mesti tanggung
jawab!" katanya
Tiba-tiba dia jatuh pingsan, Aby bingung
kalang kabut, langsung saja ia menggendongnya dan memasukkannya ke mobil dan ia
bawa ke rumah sakit terdekat.
Di rumah sakit kata dokter lukanya tak
serius cuma goresan doank. Untunglah akhirnya dia siuman.
"Rumahmu mana? Gua anterin lu
pulang" tanya Aby.
"Aku... Gak punya rumah,"
jawabnya ketus.
"Lu gak sah bercanda deh!" geram
Aby.
"Low gak percaya yaudah! Trims!"
bentaknya sambil berjalan keluar klinik
walau tertatih-tatih.
Dasar orang ini gak tau terima kasih,
udahlah gua mau pulang, pikir Aby.
Di perjalanan Aby melihat cewek itu berteduh
di halte, kasihan juga. Aby menghentikan mobil dan keluar menghampirinya.
"Lu tinggal di rumahku mau?"
tawarnya.
"Pasti lu entar merkosa aku?"
jawabnya.
"Gila loe! Gua gak sebejat itu kali!
Udah kamu sementara tidur di rumahku ajah." katanya sambil menarik tangan
cewek itu dan mengajaknya masuk mobil.
Sesampai di rumah Aby memberikan baju
kakaknya untuk ganti bajunya yang basah,
dan menunjukkan kamar tamu untuknya tidur.
"Tuh foto keluargamu ya?"
tanyanya sambil menunjuk ke arah foto di ruang keluarga.
"Ya, ortuku pergi ke Surabaya untuk ngehadiri wisuda
kakakku."
"Owhhh, kamu dah makan lum?"
tanyanya lagi.
"Lum, napa mang?"
"Dapurnya mana? Gua masakin deh,
sebagai gantinya gue tinggal di sini."
"Yawdah terserah lu, dapurnya lu lurus
ajah kesana."
"Yawda, da..."
Ia meninggalkan Aby. Cantik juga nih cewek
semuanya plus pikir Aby. Tapi aby buang pikiran itu jauh-jauh, karena ia masih
benci kalau mikir tentang cewek, baginya cewek sama aja, gampang nyakitin.
Keesokan harinya Aby mendapatkan kalau
cewek itu sudah tak ada di rumah, di kamar, dapur, di mana-mana tak ada. Aby
pun geram.
"Cewek sialan bener-bener gak tau
terima kasih banget."
Tiba pintu depan terbuka, ternyata cewek
itu datang, nampaknya baru shoping karena nampak bawaan yang banyak.
"Lu dari mana?" tanya Aby.
"Shoping, q gak enak bangunin
elo."
"Tapi kan bisa ku anterin, entar kakimu tambah
parah tauk!"
"Iya-iya maap, maap ya,"
rengeknya manja.
"Ya."
"Senyum dunk!"
Aby pun tersenyum walau masih nampak
guratan kesal disenyumnya.
"Tunggu, dari kemarin aku lum tau
namamu," kata Aby.
"Iya ya, namaku Eta, kamu?"
"Aku Aby, kamu gak punya rumah,
maksudnya gimana?" tambah Aby.
"Aku dari desa, di kota aku mah mau tau rumah tante, tapi gak
tau rumahnya, hehehe," Eta menjelaskan semua dengan tawa manjanya.
"Owh gitu? Low gitu besok kita cari
alamat tante loe ya, Ta."
"Nggg... Iy... Iya." jawab Eta
tergagap.
"Napa
loe?" tanya Aby.
"Gak apa-apa, eh loe mau makan
apah?"
"Terserah loe ajalah."
"Oks deh, dah."
Aby merasa ada yang aneh tiap disinggung
soal keluarga Eta tergagap. Tapi Aby tak mau ambil pusing, dia masih terlarut
dalam kesedihannya sendiri.
Pada saat malam hari Aby tak bisa tidur,
dia duduk termenung di beranda rumah dan menatapi langit mendung malam itu.
Sudah pasti dia merenungi cintanya.
"Lu gak tidur By?" suara Eta
memecah lamunan Aby.
"Gua gak bisa tidur Ta."
"Gara-gara cewek?" Eta mencoba
menebak.
"Hmmm," jawab Aby lesu.
Aby pun menceritakan semua yang ia alami.
"Udah, lu kan cowok, masa gini ajah
drop! Semangat dunk." hibur Eta.
"Tapi..."
"Udah, ayo senyum!"
Eta pun bangkit dari duduknya dan menari
layaknya orang mesir di depan Aby, dan memasang wajah-wajah lucunya.
"Hahahahaha." Aby tertawa
terpingkal-pingkal.
Malam ini mereka lalui canda tawa hingga
mereka terserang rasa kantuk, dan akhirnya mereka berpamitan untuk tidur
kembali.
Keesokan harinya.
"Sekarang kita kemana dulu?"
tanya Aby.
"Nggg, makan aja dulu yuk?"
"Katanya mau cari rumah sodara
loe?"
"Nggg, alamatnya ketinggalan By,
sory."
"Yah terlanjur udah jaoh dari rumah,
yawda deh kita jalan-jalan ajah."
Di mall yang mereka kunjungi tanpa sadar
mereka berpapasan dengan Lia dan gengnya di sana.
"Owh, ini dia By cewek baru loe?
Standart banget." ejek Lia dibarengi tawa gengnya.
"Apa'an sie loe! Resek banget!"
bentak Aby.
"Owh ini perek yang loe ceritain
By?" tambah Eta, yang membuat situasi makin panas.
"Apa loe bilang!!" kata Lia
sambil berusaha menampar si Eta, namun dihalangi oleh Aby yang akhirnya
mengenai pipinya.
"Puas lho! Puas!" bentak Aby.
Lia dan gengnya pun meninggalkan mereka.
Merekapun jadi tontonan para pengunjung mall.
"By kita pulang yuk, disini suasananya
gak enak." ajak si Eta.
Mereka menuju taman kota. Di sana Eta
mencoba untuk mengobati memar pipi si Aby.
"Aww, hemm gak pa-pa ko Ta, maafin Lia
ya?"
"Dia aneh ya By, dah punya cowog masih
aja ngeresekin loe."
"Mungkin dia dendam karena kurang
perhatian waktu pacaran ama gua."
"Tapi gak segitunya kali, kayaknya dia
mau ngancurin semua cewek yang deketin elo ya, by the way haus gak? Ku beliin
minum ya?"
Eta pun bangkit dan menuju seberang jalan.
Namun dari arah samping nampak mobil yang melaju kencang, Aby menyadari itu.
Aby pun berlari dan memeluk Eta untuk menghindari hantaman mobil itu. Namun
lengan sikut Aby menghantam spion mobil tersebut. Mobil itu melarikan diri.
Mereka terjatuh, namun Aby merasa mengenal mobil tersebut, tapi fikirannya
terpecah karena luka goresan di sikutnya.
"Braaaaakkk..."
Khas suara pintu rumah di buka secara
terburu-buru.
"By, lu rebahan dulu ya, ku ambilin
obat merah dulu." perintah Eta pada Aby, sembari menyelusuri rumah Aby
untuk mencari kotak P3K.
"Akhirnya ketemu.." kata Eta
sambil berjalan memuju Aby.
Dengan sabar Eta mengobati luka Aby. Sudah
hal biasa bila orang terluka ia akan mengalami demam karena shock.
"By, lu demam," kata Eta
khawatir.
"Ngg, ngg..." Aby hanya dapat
menggigau.
"Ku ambil kompresan dulu ya,
entar."
Sehari semalam Eta merawat Aby. Hingga pagi
menjelang.
"Hmmm," Aby terbangun, dan betapa
kagetnya ia mendapati Eta tertidur di tempat duduk sebelah tempat tidurnya.
"Busyet, gua gak ngapa-ngapain
kan!" dalam hati Aby bertanya-tanya.
"Oh, dah bangun By?" tanya Eta
yang memecah lamunan Aby.
"Ngg, udah."
"Semalem lu demam gara-gara kecelakaan
kemarin." terang Eta.
"Jadi elo semaleman ngerawat
gua?"
"Hmm."
"Makasie yah..."
"Udahlah, sekarang gua mau nyiapin
makanan dulu ya," kata Eta sembari keluar kamar.
Di dapur Eta tak sengaja memungut KTP Aby
yang tergeletak di lantai.
"Gile ni cowok teledor banget, kena
razia KTP baru tau rasa dia," celoteh Eta.
Waktu memungutnya dan tak sengaja ia
membaca tanggal lahir Aby,
"20 september, tuh kan besok! Hemm gua
masak yang enak ah, pokoknya gua buat surprise buat dia."
Keesokan harinya.
"Eta, gua kuliah dulu ya!" pamit
Aby.
"Hemmm, waktunya beraksi nih!"
kata Eta dalam hati.
Sementara itu di kampus Aby.
"Aby, aby happy bhirtday ya!"
ucap Lia sambil mencoba mengecup pipi Aby, namun Aby mengelak.
"Pa'an sih! Mentang-mentang lu da
putus, lu mau balikan lagi ma gua!" bentak Aby.
"Lu napa sie? Owh pasti gara-gara
perek yang numpang di rumah lu tu kan! Asal loe tau, sebenernya dia anak orang
kaya se kota ini tauk!" Lia mencoba menjelaskan semuanya.
"Maksud loe? Gua gak ngerti yang lu
omongin!"
"Nih!" bentak Lia sambil melempar
sebuah koran pada Aby.
Di koran tertulis, "Pengusaha kaya mewariskan
usahanya ke sang putri" di mana tampak foto ayah Eta yang di sampingnya
berdiri Eta. Tanpa pikir panjang Aby langsung menuju rumah.
Di rumah Aby langsung menuju tergesa-gesa
dengan amarah yang memuncak.
"Selamat..." Eta mencoba menyapa.
"Diam! Lu bener-bener jahat ya!!
Pembohong!!" potong Aby.
"Maksudmu apa si By?" Eta
kebingungan.
"Nieh!" Aby melempar koran tadi.
"By, By, gua bisa ngejelasin semua ma
loe," Eta menangis.
"Apa lagi!! Padahal selama ini gua
sayang ma loe, gua pengen loe jadi cewek gua, tapi loe pembohong!!"
"Gua bisa ngejelasin!" Eta
merengek.
"Gak da yang dijelasin, sekarang lue
pulang aja ke rumah orang tua loe yang kaya itu!!"
"By..." rengek Eta.
"Pergi lu pembohong!! Gua muak ma
loe!!"
Eta pun berlari keluar dari rumah Aby dan entah
pergi kemana. Yang mana keadaan waktu itu hujan deras yang mengguyur kota ini,
dan mendung yang menyelimuti membuat suasana gelap.
Sementara itu Aby pun merenungi apa yang
baru terjadi. Dia menuju dapur dan dia melihat semua yang disiapkan Eta, masakan-masakan
lezat dan sebuah kado. Aby membuka kado, rupanya isinya sepasang sepatu, dan
secarik kertas yang bertuliskan HAPPY BHIRTDAY ABY. Semakin membuat hati Aby
hancur. Aby menuju kamarnya dan terhenti di depan kamar yang biasanya di
tempati Eta. Ia memasuki kamar itu dan duduk merenung mengenang semua kenangan
saat bersama Eta. Tak sengaja ia menemukan buku harian di meja dan memungutnya,
rupanya milik Eta. Terbongkar semua alasan mengapa Eta keluar dari rumahnya,
ternyata ia disuruh meneruskan semua usaha ayahnya, ia gak siap sama sekali.
Dan di halaman terakhir Eta menulis. "Baru kali ini aku nemuin cowok yang
gua idamin, Aby namanya. Gak seperti cowok-cowokku dulu yang gak dewasa,
pokoknya gua cinta ma Aby."
"Gua juga cinta loe Ta.."
Aby semakin merasa bersalah, Aby pun
langsung keluar mencari Eta, dimanapun ujung kota yang pernah mereka kunjungi
tak nampak Eta sama sekali. Aby teringat akan satu tempat.
"Oh ya! Taman kota!" teriaknya.
Di taman kota Aby berlari kesana kemari di
bawah derasnya hujan. Nampak sosok gadis duduk terdiam.
"Eta!! Gua cinta loe!" Aby
berteriak.
"Aby?" Eta menoleh, lalu berlari
ke Aby.
Mereka berdua berpelukan di bawah derasnya
hujan.
"Eta, maafin gua, and jangan tinggalin
gua," pinta Aby.
"Iya... By, lu juga jangan tinggalin
gua," jawab Eta.
"Ehem..." dehem seorang
bapak-bapak di bawah payungnya.
"Papa!" kata Eta terkejut.
"Hah?" Aby hanya bengong.
"Maafin Eta ya pa!"
"Papa yang minta maap, papa sadar,
papa tidak akan memaksa kamu lagi dan memberi kebebasan buat kamu nak, papa
sudah tau semuanya, makasih ya nak dah menjaga Eta." kata ayah Eta.
"Iya om," jawab Aby sopan.
"Papa kok tau Eta di rumah Aby?"
"Kan ada orang suruhan papa, yang
ngawasi kamu, nag buat nag Aby, jagain Eta ya."
"Iya om..."
"Pap, jadi Eta boleh pacaran?"
tanya Eta.
"Boleh..." jawab ayah Eta sambil
tersenyum.
"Asyik, gak perlu diem-diem pacaran
kayak dulu dunk," pekik Eta.
"Apa! Jadi dulu diem-diem pacaran!
Nakal kamu ya! Hahahahaha" gurau ayah Eta yang berlagak marah namun
terdapat raut gembira di wajahnya.
Mereka tertawa gembira.
"Dah yuk pulang, entar sakit,"
kata ayah Eta.
Mereka bertiga berjalan penuh keceriaan dan
canda tawa.
End.
By Deny Arfen Byngkara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar